Postingan

Begitu Cepat, Begitu Tiba-Tiba

Gambar
Nyaris 12 tahun berlalu. Kejadiannya di pertengahan tahun 2012, jelang hari wisuda penamatan santri. Saya dan beberapa orang teman sedang berada di asrama ketika sebuah berita mengejutkan datang begitu tiba-tiba. Pak Juma--begitulah kami menyebut namanya--telah meninggal dunia. Innaalillaahi wa innaa ilaihi rajiuun.  Mendadak lemas. Tak ada daya. Saya bahkan meneteskan air mata. Perasaan tidak hanya sepi, tapi benar-benar kosong melompong. Terhitung 6 tahun lamanya, nyaris setiap hari, saya menyetorkan hafalan di hadapannya.  Iya, sudah hampir 12 tahun berlalu sejak kepergiannya, namun siapa menyangka, bahwa berulangkali malam-malam menjelang tidurku air mata tiba-tiba menetes bila mengingatnya. Entah harus dijelaskan seperti apa, namun saya pribadi merasa hubungan dengan Pak Juma layaknya bapak dan anak. Seorang bapak yang tidak hanya menasihati atau menjadi teladan, lebih dari itu ia benar-benar hadir di sana memberikan kehangatan. Ada perasaan sakit di hati setiap kali teringat soso

Kecolongan

Gambar
Aku rasa tidak ada seorang pun yang ingin hanya berjumpa sekali saja dengan orang lain, menjadi akrab, sesekali bertukar kabar melalui media sosial, lalu tak lagi saling menyimpan nomor ponsel, hanya saling memantau melalui linimasa, salah satunya rehat sejenak dari dunia medsos dan akhirnya terlambat tahu bahwa kenalannya itu sudah berpulang ke pelukan Sang Pengasih. Kami berkenalan dan berjumpa pertama kali sekaligus terakhir kalinya ya di Jogja. Seingatku awal tahun 2019 saat teman KKN-ku mengabari bahwa ia sedang di Jogja dan meminta waktuku bertemu apabila sempat. Kebetulan saat itu ada teman dari Makassar yang juga berkunjung ke Jogja, maka sekalian saja kuajak jalan-jalan ke alun-alun. Awalnya kami hanya bertiga, ada aku, Nirah, dan teman KKN-ku itu. Kami sempat naik odong-odong, berfoto ria, ngobrol sebentar hingga kemudian teleponnya berdering. Suara seorang perempuan di seberang sana yang ternyata pacarnya hendak menyusul kami. Sebut saja namanya AR. Dia perempuan yang ceria,

Rasa Sakit Maha Dahsyat

Gambar
    Jelang saya menikah mama sempat menceritakan pengalamannya saat melahirkan. Katanya seperti seluruh tulang di badannya hancur, sebegitu sakit dan traumatisnya. Tapi kenapa sampai punya empat anak, Ma? Oh itu karena ketidaksengajaan. Saat saya akhirnya hamil dan beberapa bulan lagi hendak melahirkan, seorang teman memberitahu bahwa rasa sakit saat melahirkan seperti kamu mengalami nyeri haid tapi dikalikan sepuluh. Oh, oke. Dia menyebutkan angka, ini berarti rasa sakitnya masih bisa diukur dan tentu saja dijangkau. Lalu kemudian saat jadwal melahirkan mulai mendekati tanggal yang ditentukan, saya mendapati sebuah potongan video yang menampilkan laura basuki sedang berbincang dengan ernest prakasa, di sana laura menceritakan bahwa ia sama sekali tidak merasakan sakit saat hendak melahirkan, ia hanya merasa bahwa perutnya semakin mengeras dan akhirnya disuruh mengejan oleh dokter. Lima belas menit kemudian ia pun melahirkan dengan mudahnya.   HPL saya menurut hasil perhitung

Patah Hati dan Rindu yang Menggebu

Gambar
  Pekan yang bisa dibilang lumayan banyak patah hatinya. Sepele saja sih sebenarnya, tapi lumayan bikin mewek juga kalau terus-terusan dipikirkan. Sejak punya anak dan pergerakan yang jadi semakin terbatas, tidak bisa keluar nongki-nongki, bahkan untuk sekadar pergi ke mininarket pun begitu sulit untuk ketemu waktunya, maka satu-satunya hiburan yang bisa mengalihkan dari rutinitas yang monoton adalah dengan menonton turnamen game. Kebetulan kesempatan untuk bermain game mobile legends juga amat susah karena takut anak bangun di tengah-tengah bermain, dan kalaupun anak sedang tidur, saya biasanya juga lebih memilih ikut istirahat. Maka dari itu dengan menonton para pro player berlaga pun sudah terasa sangat menghibur bagi saya. Saya mempunyai dua tim kesayangan yaitu geek slate dan alter ego, dan bersyukurnya karena dua tim ini lolos hingga ke babak playoff yang berlangsung dari tanggal 5-9 april 2023.   Di sinilah patah hati beruntun saya berasal. Mulanya dibuat patah hati ole

Ustadz Aan Parhani

Gambar
  Kau ingin tahu seberapa bijaksananya beliau? Kau bisa datang kepadanya, menceritakan tentang kehidupanmu yang tak baik-baik saja, yang biasa-biasa saja, yang cenderung menyimpang dari kawan-kawanmu yang lain, dan kau akan tetap merasa nyaman setelah mengatakannya. Kau tidak pernah merasa dihakimi di hadapannya. Wajar saja bila kami menyebutnya sebagai orangtua kami. Maknanya bisa menjadi lebih luas dan intim, tempat kami menaruh hormat, tempat kami mengambil teladan, tempat kami mendapatkan nasihat, tempat kami menceritakan segala hal, tempat yang harus kami kunjungi setiap kali berada di kota yang sama. Kami anak-anaknya setelah lulus dari UIN, meninggalkan asrama Ma’had Aly, akhirnya mulai berpencar. Ada yang melanjutkan studi di UIN dan tinggal ngekos di sekitaran kampus, ada pula yang melanjutkan studi di luar Makassar. Tidak sedikit pula yang melanjutkan hidup ke jenjang yang lain, ada yang menikah dan berkarir, ada yang fokus berkarir. Namun setelah berpencar dan berpisah

Indo

Gambar
  Hampir pukul dua dini hari, beberapa panggilan susul-menyusul, kukira hanya alarm hp, ternyata panggilan telepon dari rumah. " Indo meninggal dunia baru saja." Kemudian kami diam, kosong sekali rasanya. *** Kami memanggilnya Indo . Aku banyak menghabiskan masa kecilku di rumah Indo . Rumah kami bersebelahan, di sisi timur adalah rumahku dan rumah Indo terletak di bagian selatannya. Ketika aku masih berusia entah delapan atau bahkan lebih muda dari itu, aku sangat sering menyengaja datang ke rumah Indo di hari senin, sangat menyenangkan melihat Indo baru saja pulang dari pasar, membawa begitu banyak barang belanjaan untuk dijual kembali, aku terhibur melihat banyak karoppo berhadiah yang akan dijual. Pada usia-usia itu aku juga sangat mengingat bagaimana kami para cucunya senang sekali menghabiskan waktu di rumah Indo . Kami sering sekali makan di sana, menu makanan kesukaan kami adalah telur dadar, lauk yang biasanya kami makan berempat pun pasti tetap cuk

Purnama di Balik Hujan

Gambar
“Di sebuah kebangkitan di masa mendatang, kelahiranmu akan ditentukan oleh cara kematianmu. Kebangkitanmu adalah cerminan dari kematianmu.” Nasihat ibuku sebelum ia meninggal. Penuh penyesalan, menyisakan tanya. Tidak ada penjelasan yang kuperoleh setelah kematian ibu. Aku hanya berusaha menerka-nerka apa maksud dari kalimat itu dengan mengamati segala kejadian yang ada di sekitarku. Tiga hari yang lalu, di sebuah kompleks dekat kampusku terjadi pembunuhan seorang anak kecil berumur tiga tahun. Pembunuhan tragis dengan cara menggantung Adel—anak kecil itu—dengan tali pengikat sapi hingga lehernya tercekat dan tak mampu lagi bernapas. Lalu, hari ini tepat saat aku pulang dari kampus, melewati gang kompleks, aku kemudian menemukan seekor anak ayam dengan bulu sedikit lebat di bagian dada, namun terlihat renggang di bagian leher.   Kutelisik, lalu kudapati di bagian lehernya terdapat luka jeratan. Ah, kau Adel, bukan?   Tiga bulan yang lalu, pada sebuah malam yang men